Covid-19 Belum juga Berakhir, Lebih Baik WFH atau WFO?

17/09/2020, 11:26 WIB
Bagikan:
Penulis Inang Shofihara | Editor Sheila Respati

Pandemi Covid-19 di Indonesia masih juga belum berakhir. Bahkan, sejak Agustus hingga kini penambahan kasus positif Covid-19 rata-rata selalu di atas angka 2.000 jiwa.

Salah satu provinsi dengan angka kasus Covid-19 tertinggi, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, misalnya merespon dengan menarik rem darurat, yaitu menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dengan diterapkannya PSBB, Gubernur Anies Baswedan meminta sebagian besar perkantoran menerapkan bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

"Mulai Senin tanggal 14 September kegiatan perkantoran yang non-esensial diharuskan untuk melaksanakan kegiatan bekerja dari rumah," katanya dikutip dari Kompas.com, Rabu (9/9/2020).

Tak hanya DKI Jakarta, sejumlah daerah yang juga menerapkan PSBB, seperti Provinsi Banten, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok pun masih menerapkan WFH.

Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB, WFH diterapkan pada semua kantor, kecuali instansi strategis yang berpengaruh pada kehidupan orang banyak.

WFH pun dipilih sebagai upaya untuk membatasi kerumunan atau kontak langsung dengan orang lain (physical distancing) yang dapat menjadi transmisi penyebaran virus corona.

Setelah diterapkan, ternyata ditemukan fakta bahwa produktivitas selama WFH juga dinilai tidak jauh berbeda dengan WFO. Forbes, Rabu (20/5/2020) menyebut, produktivitas karyawan selama WFH meningkat sebesar 47 persen. Artinya, skema kerja ini bisa menjadi opsi untuk perkantoran di masa depan.

Peningkatan produktivitas dinilai terjadi berkat suasana yang nyaman di rumah sehingga berpengaruh pada suasana hati dan produktivitas.

Kemudian, seiring berkembangnya teknologi komunikasi, aktivitas tatap muka setidaknya dapat dimaksimalkan lewat aplikasi Zoom, Hangout, hingga Skype.

Beda WFH dan remote working

Jauh sebelum adanya WFH, pola kerja remote working atau kerja jarak jauh telah lama dikenal, utamanya bagi pekerja lepas atau freelance.

Pada prinsipnya, keduanya sama-sama bekerja dari rumah. Bahkan, pekerja freelance, misalnya, bisa bekerja dari mana saja. Mereka tidak pernah berada di kantor.  

Dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/6/2020), CEO Campaign.com Wiliam Gondokusumo menjelaskan, perbedaan WFH dan remote working yang paling kontras terlihat dari waktu.

Dia menjelaskan, WFH memiliki waktu kerja yang sama persis dengan kerja di kantor. Sementara itu, remote working memiliki waktu fleksibel sesuai tenggat yang ditentukan.

Wiliam menyebut pula, pola komunikasi WFH lebih mengutamakan secara lisan, sedangkan remote working lebih secara tertulis.

Dia menambahkan, hal ini terlihat dari cara rapat pada WFH yang mengutamakan secara lisan lewat video conference. Hal ini berbeda dengan remote working yang melakukannya secara tertulis lewat Google Docs atau Slack.

Kombinasi WFO dan WFH jadi opsi masa depan

Meski kasus Covid-19 terus meningkat dan WFH menjadi opsi yang dinilai paling aman untuk masyarakat, opsi WFO tetap tidak terhindarkan.

Sebab, aktivitas perekonomian masyarakat harus tetap berjalan, utamanya di daerah di luar zona merah. Hal ini juga menjadi kunci agar Indonesia tidak mengalami resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, kuartal ketiga menjadi titik balik kegiatan ekonomi Indonesia tanpa mengorbankan Covid-19. Salah satunya dengan membuka kantor dengan kombinasi WFH dan WFO.

“Kegiatan-kegiatan seperti ini yang ada turunannya ke konsumsi masyarakat maupun konsumsi pemerintah dan kita harapkan ke investasi,” ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu (29/8/2020).

Kombinasi WFH dan WFO juga diterapkan berbagai perusahaan di negara lain. Bahkan berbagai perusahaan juga secara resmi telah mengatakan akan memperpanjang WFH hingga pandemi berakhir.

Perusahaan seperti Facebook, misalnya, mengizinkan 50 persen pekerjanya untuk WFH hingga lima sampai 10 tahun ke depan.

Perusahaan media sosial lainnya, Twitter, malah mengizinkan 4.000 pekerjanya untuk WFH selamanya atau dibebaskan memilih WFH atau WFO.

Serupa, perusahaan otomotif Groupe PSA Prancis juga mengumumkan pekerja nonproduksi untuk menjalani WFH dan mendesain ulang kantor-kantornya.

Meski begitu, seperti dikemukakan di atas, WFH tetap saja memiliki kekurangan. Tidak semua perusahaan menerapkan WFH.

Jalan keluarnya, perusahaan yang membuka kembali kantornya pun harus menerapkan protokol kesehatan.

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020, kantor yang akan buka mewajibkan pekerjanya tidak terlalu lelah guna menjaga imunitas.

Kantor juga dianjurkan untuk meniadakan shift malam sampai pagi dan lembur. Bila tetap menggunakan shift, pekerja tidak boleh berusia lebih dari 50 tahun.

Selain itu, kantor harus higienis dan menyediakan sanitasi untuk mencuci tangan bagi karyawan dan mengecek suhu tubuh di pintu masuk.

Karyawan yang masuk kantor pun harus dibatasi. Penataan areal kantor juga harus diatur agar karyawan tetap jaga jarak hingga 2 meter.

Tak hanya itu, kantor diminta pula mewajibkan karyawan menggunakan masker dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja.

Kemudian, kantor diminta mengatur asupan nutrisi karyawan. Bila memungkinkan, pekerja dapat diberikan suplemen vitamin C.

Bagi karyawan, meski menggunakan masker, tetap perhatikan etika batuk dengan menutup mulut menggunakan siku bagian dalam.

Selain itu, bawa pelindung pribadi sendiri, seperti masker cadangan, hand sanitizer, tisu basah, termasuk membawa bekal makanan sendiri.

Bila memungkinkan, karyawan juga diminta untuk menggunakan moda transportasi pribadi.

Adapun jika menggunakan transportasi pribadi, selalu jaga jarak, gunakan transaksi nontunai, membawa helm sendiri bila menggunakan ojek, dan selalu mencuci tangan.

Memaksimalkan WFH

Meski kantor dibuka, pekerja yang diizinkan pun hanya 50 persen. Untuk itu, perusahaan pun tetap harus memaksimalkan WFH.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memperkuat jaringan komunikasi. Tak dimungkiri, selama WFH, seluruh komunikasi akan dilakukan lewat internet.

Rapat daring menggunakan video conference membutuhkan internet yang stabil. Makanya kualitas internet pun dapat memengaruhi performa pekerja. Pekerjaan yang membutuhkan mengunggah file yang besar, misalnya, perlu internet yang kencang.

Itu berarti, mengatur memilih internet provider yang tepat juga sangat penting. Oleh sebab itu, sebelum memilih provider dan memasang jaringan internet, setiap karyawan wajib melakukan riset terhadap kekuatan jaringan atau sinyal terlebih dulu.

Sebab, masing-masing provider memiliki kekuatan jaringan yang berbeda, bahkan di dalam satu kota sekalipun.

Lalu, periksa kembali kebutuhan internet yang diperlukan. Pasalnya, tiap provider memiliki paket-paket tersendiri sehingga mudah untuk memilih yang sesuai.

Bagi desainer grafis, misalnya, akan membutuhkan internet yang cukup besar mengingat pekerjaannya akan berhubungan mengunduh atau mengunggah gambar.

Terakhir, sesuaikan dengan anggaran. Memasang jaringan bukan hanya membeli paket, tetapi juga ada ongkos pemasangan. Untuk itu, pilihlah jaringan internet yang sesuai efisien, tepat guna, dan sesuai jangkauan.