Kala Sepeda (Lagi-lagi) Jadi Primadona
10/07/2020, 22:37 WIB
Memasuki fase new normal, tren bersepeda kembali menggelora di Indonesia. Selain rombongan pesepeda yang kini jadi pemandangan lumrah di berbagai sudut jalanan, penjualan sepeda di sejumlah toko di Indonesia pun meningkat pesat.
Melansir Kompas.id (30/6/2020), transaksi penjualan sepeda di Bukalapak meningkat 156 persen sejak Maret hingga Juni 2020. Tren serupa pun terjadi di platform e-commerce sejenis seperti Tokopedia dan Blibli.
Tak hanya secara daring, penjualan sepeda di toko offline juga mengalami peningkatan. Azan Laganan, pemilik toko Formula Bike yang ada di kawasan Tangerang Selatan menyampaikan, semakin banyak orang yang berbelanja di toko miliknya.
“Penjualan sepeda lagi naik pesat akhir-akhir ini. Ada peningkatan pembelian sepeda hampir 100 persen dibandingkan dengan masa sebelum pandemi,” ungkapnya seperti diwartakan Kompas.com, Sabtu (13/6/2020).
Fenomena tersebut memiliki alasan tersendiri. Bersepeda disebut menjadi salah satu pilihan transportasi yang aman, ketimbang angkutan umum.
Selain itu, bersepeda juga menjadi salah satu bentuk olahraga rekreatif. Tak hanya menjaga kebugaran tubuh, bersepeda bisa jadi alternatif untuk melepas penat. Terutama setelah melakukan karantina diri selama kurang lebih tiga bulan di rumah.
Evolusi fungsi
Seiring perkembangan zaman, fungsi sepeda telah berevolusi dari tujuan penciptaannya sebagai sarana transportasi. Cikal bakal sepeda lahir pada awal abad 19 dari tangan Baron Karl Drais von Sauerbronn, seorang pengawas hutan dari Jerman. Saat itu, ia membutuhkan alat transportasi dengan mobilitas tinggi untuk menunjang efisiensi kerjanya.
Drais pun memperkenalkan sepeda buatannya pada 1817. Sepeda itu terbuat dari kayu dan belum memiliki pedal. Pesepeda harus menjejakkan kakinya di tanah agar dapat melaju.
Tampilan dan komponen sepeda semakin modern seiring perkembangan teknologi. Perlahan, sepeda dilengkapi dengan pedal, desain rangka dan roda yang lebih proporsional, hingga ban angin ciptaan John Boyd Dunlop.
Setelah menjadi sarana transportasi, sepeda pun melahirkan cabang olahraga baru. Ajang balap sepeda pertama di dunia lahir pada 1868 di Paris, Perancis. Perlombaan balap sepeda sejauh 1.200 km itu dikenal dengan nama Tour de France yang masih eksis hingga saat ini.
Pamor sepeda sempat meredup saat muncul moda transportasi lain, seperti mobil, sepeda motor, kereta api, dan pesawat terbang. Akan tetapi, popularitas sepeda kembali meningkat pada 1960-an. Saat itu, muncul gerakan “Summer of Love” oleh kelompok hippie di Amerika Serikat. Mereka menyuarakan protes atas kerusakan lingkungan akibat maraknya penggunaan kendaraan bermotor. Penggunaan sepeda pun dikampanyekan sebagai solusi sekaligus simbol protes.
Di samping itu, kenaikan harga minyak dunia pada 1970-an turut berperan dalam lonjakan permintaan sepeda. Bahkan, majalah Time edisi 14 Juni 1971 memberitakan, industri sepeda saat itu kesulitan memenuhi tingginya permintaan pasar.
Perjalanan sepeda di Indonesia
Sepeda dibawa ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda. Sebagai teknologi yang terbilang baru saat itu, sepeda menjadi primadona kalangan atas di Indonesia. Seperti kelompok priyayi pribumi, orang Eropa, dan kaum elite pedagang.
Banyak merek-merek sepeda pabrikan Eropa yang beredar di Indonesia kala itu. Beberapa di antaranya adalah Gazelle, Fongers, Hercules, Simplex, dan lain sebagainya.
Sepeda mulai menjadi cabang olahraga resmi di Indonesia pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-2 tahun 1951. Hal itu pun mendorong berdirinya perkumpulan balap sepeda di beberapa daerah. Akhirnya, berdirilah Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) pada 1956 di Semarang, Jawa Tengah.
Medio 1980-an, sepeda-sepeda modern seperti sepeda gunung (mountain bike), sepeda komuter (commuting bike), hingga sepeda lipat (folding bike) mulai menjamur di Indonesia. Hal itu didorong oleh “demam” masyarakat dunia terhadap sepeda gunung yang dipopulerkan Joe Breeze dan Gary Fisher pada 1977.
Setelah kembali meredup, sepeda mulai populer pada 2000-an. Saat itu, banyak acara sepeda santai yang digelar oleh berbagai lembaga dan institusi pemerintah, serta pihak swasta. Puncaknya, lahirlah komunitas Bike to Work (B2W) pada 2005 di Jakarta. Komunitas itu mengampanyekan penggunaan sepeda sebagai alat transportasi menuju tempat kerja.
Sekitar 2010 tren bersepeda kembali memuncak. Selain sepeda gunung, saat itu masyarakat Indonesia, terutama anak muda “demam” sepeda fixed gear (fixie).
Sepeda fixie awalnya digunakan oleh para kurir sepeda (bike messenger) di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Pasalnya, sepeda fixie mampu melaju kencang dan meliuk lincah untuk menembus kemacetan kota bagi yang ahli mengendarainya. Sepeda dengan gir tunggal dan rem doltrap itu populer karena memiliki tampilan yang stylish dan harga yang dapat menjangkau berbagai kalangan.
Di samping itu, grup musik 30 Seconds To Mars pun turut berperan dalam meningkatkan popularitas sepeda fixie di kalangan anak muda. Pada video klip bertajuk “Kings and Queens”, mereka menampilkan ratusan anak muda yang sedang mengayuh sepeda fixie penuh warna dan cahaya, mengelilingi kota dalam gelapnya malam.
Setelah pamor fixie meredup, sepeda lipat yang sempat menjadi tren di 1980-an kembali mengemuka. Salah satu pemicunya adalah kasus penyelundupan suku cadang motor Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton di pesawat Garuda Indonesia akhir 2019 silam.
Sepeda lipat Brompton populer di kalangan menengah atas mengingat harganya yang cukup fantastis. Melansir Kompas.com (6/12/2019), varian Brompton termurah yang ada di salah satu toko sepeda di Senayan, Jakarta, dibanderol seharga Rp 28 juta.
Tren sepeda Brompton tersebut mendorong berbagai produsen sepeda lokal untuk menciptakan produk alternatif. Misal saja, produsen sepeda Element, 3Sixty, dan Kreuz yang menawarkan beragam varian sepeda lipat dengan harga mulai dari Rp 3 juta. Hadirnya alternatif sepeda lipat yang lebih terjangkau pun membuat sepeda lipat kian populer di tengah masyarakat Indonesia.
Kembali naik pamor di new normal
Memasuki new normal, sepeda kembali menjadi idola. Demam bersepeda hadir karena kegiatan ini dapat menjadi sarana pelepas stres yang kerap hinggap di tengah situasi pandemi. Bersepeda dipandang sebagai jenis olahraga yang tidak hanya menjaga kebugaran tubuh, tapi juga menghibur.
Kini, permintaan akan sepeda kembali meningkat. Bengkel-bengkel sepeda kembali ramai. Semua orang ingin bersepeda, baik untuk menjaga kebugaran raga ataupun sekadar mengisi lini masa media sosial.
Bahayanya, saking asyiknya bersepeda banyak yang lupa bahwa pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir. Risiko terpapar dan terinfeksi virus corona masih ada.
Oleh sebab itu, saat bersepeda sebaiknya tetap perhatikan hal-hal berikut.
1. Upayakan sendiri
Upayakan untuk bersepeda sendiri untuk meminimalisasi risiko penularan virus. Sebab, kamu tidak tahu pasti kondisi tubuh orang yang diajak bersepeda bersama. Jika tetap ingin berkelompok, pastikan untuk melakukannya dalam kelompok sekecil mungkin.
2. Gunakan masker
Masker mampu menahan droplet yang menjadi sarana penularan Covid-19 dan mencegah kita menyentuh area wajah. Oleh karena itu, kamu wajib menggunakan masker saat bersepeda di luar sana. Siapkan juga masker cadangan untuk mengganti masker yang basah karena keringat.
3. Batasi jarak
Bersepeda menggunakan masker akan membuat oksigen yang dihirup terbatas. Maka dari itu, batasilah jarak dan waktu bersepeda. Melansir Kompas.com (17/6/2020), profesor kesehatan di Appalachian State University David Nieman menyarankan, bersepeda di masa pandemi cukup 30-60 menit saja.
4. Perlengkapan pelindung
Pastikan selalu menggunakan helm demi keamanan saat bersepeda. Kemudian, pakailah kacamata pelindung saat bersepeda untuk mengurangi risiko penularan virus. Seperti diketahui, mata adalah salah satu jalur masuk virus corona penyebab Covid-19 selain hidung dan mulut.
5. Tetap jaga jarak
Meski Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah dilonggarkan, tak berarti aturan physical distancing atau jaga jarak ditinggalkan. Jaga jarak minimal satu meter dan hindari kontak langsung dengan orang lain saat bersepeda di luar, baik sendiri maupun berkelompok.
6. Jaga kebersihan
Pastikan untuk selalu menjaga kebersihan, baik sepeda yang digunakan maupun diri sendiri. Bersihkan sepeda setiap sebelum dan sesudah dipakai dengan lap bersih dan disinfektan. Cucilah tangan dengan sabun dan air mengalir sesering mungkin agar virus tidak menempel di tangan.
Siapkan hand sanitizer, karena relatif sulit untuk menemukan tempat mencuci tangan saat bersepeda. Sesampainya di rumah, cuci langsung pakaian yang digunakan untuk bersepeda dan mandi dengan bersih.
7. Jaga asupan gizi
Selain hal-hal yang bersifat teknis, menjaga asupan gizi seimbang juga penting untuk diperhatikan. Selain memberikan kecukupan energi saat bersepeda, asupan gizi seimbang penting untuk menjaga sistem daya tahan tubuh. Seperti diketahui, daya tahan tubuh yang kuat dapat mengurangi risiko tertular Covid-19.
Oleh karena itu, pastikan untuk menjaga pola makan dan penuhi nutrisi harian. Konsumsi karbohidrat, protein, vitamin, serat, dan lain sebagainya lewat makanan dan suplemen secara seimbang.